BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
‘Urf merupakan tradisi yang berkembang dalam masyarakat, yang mempunyai
arti saling pengertian satu sama lainnya ,walaupun ‘urf adalah tradisi atau
adat dalam suatu lingkungan di masyarakat ‘urf juga menjadi suatu sumber hukum
yang di ambil oleh Mazhab Hanafy dan Mazhab Maliky yang berada di luar lingkup
Nash, ‘urf di jadikan sebagai sumber hukum sesuai dengan intisari dari sabda
Rasulallah SAW yang artinya “Apabila di pandang baik oleh kaum muslimin,
maka menurut Allah pun, di golongkan sebagai perkara yang baik”
Hadist di atas
ditinjau baik dari segi ibarat atau tujuannya,menunjukan bahwa setiap perkara
yang telah mentradisi di kalangan kaum muslimin dan di pandang sebagai perkara
yang baik, maka perkara tersebut, di pandang baik pula oleh Allah SWT. Imam
Hanafy dan Maliki mengatakan bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘Urf yang
sahih bukan yang Fasid, sama dengan yang di tetapkan berdasarkan dalil Syar’i
jadi ‘Urf bisa jadi sederajat dengan nash sekiranya tidak ada hukum dalam nash
dari Al-Quran dan As-sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ‘Urf
Secara
etimologi Kata ‘Urf berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal
sehat”. Sedangkan secara terminologi seperti yang dikemukkan oleh Abdul-Karim
Zaidan,istilahn ‘urf berarti:
ما ألفه المجتمع واعتا ده وسار عليه فى حياته من قول أو فعل
“Sesuatu
yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan
menyatu dengan kehidupan baik berupa perbuatan maupun perkataan”
Istilah ‘Urf
dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian istilah al-‘adah(adat
istiadat). Para ulama ushul fiqih membedakan antara adat dengan ‘urf dalam
membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil
untuk menetapkan hukum syara’. Adat didefenisikan dengan:
الأمر المتكر رمن غير علاقة عقلية
“sesuatu yang
dikerjakan secara berulang-ulang tampa adanya hubungan rasional”
Definisi ini
menujukkan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan secara berulang-ulang
menurut hukun akal, tidak dinamakan adat. Defenisi ini juga menujukkan bahwa
adat itu mencakup persoalan yang amat luas, yang menyangkut permasalahan
pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam tidur, makan dan mengkonsumsi jenis
makanan tertentu atau permasalahan yang menyangkut banyak orang yaitu sesuatu
yang berkaitan dengan hasil pemikiran yang baik dan yang buruk. Adapun ‘urf
menurut ulama ushul fiqih adalah:
عادة جمهور قوم في قول أوفعل
“Kebiasaan
mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan”
Berdasarkan definisi
ini, Mushthafa Ahmad al-Zarqa’ (guru besar Fiqih Islam Unifersitas’ ‘Amman , Jordania) mengatakan
bahwa ‘urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari ‘urf. Suatu
‘urf menurutnya harus berlaku kepada kebanyakan orang didaerah tertentu bukan
pada pribadi atau kelompok tertentu dan ‘urf bukanlah kebiasaan alami sebagai
mana yang berlaku dalam kebanyakan adat tapi muncul dari sesuatu pemikiran dan
pengalaman.
B. Menjelaskan
Dasar Hukum
Menurut
hasil penelitian al-Tayyib Khudari al-Sayyid, guru besar Ushul Fiqih di
Universitas Al-Azhar Mesir dalam karyanya fi al-ijtihad ma la nassa fih,
bahwa mazhab yang dikenal banyak menggunakan ‘Urf sebagai landasan hukum adalah
kalangan Hanafiyah dan kalangan malikiyyah, dan selanjutnya oleh kalangan
Hanabilah dan kalangan Syafi’iyah. Menurutnya, pada prinspnya mazhab-mazhab
besar fiqih tersebut sepakat menerima adat istiadat sebagai landasan
pembentukan hukum, meskipun dalam jumlah dan rinciannya terdapat perbedaan
pendapat diantara mazhab-mazhab tersebut, sehingga ‘Urf dimasukkan kedalam
kelompok dalil-dalil yang diperselisihkan dikalangan ulama.
‘Urf mereka
terima sebagai landasan hukum dengan beberapa alasan , antara lain :
Surat al-a’raf ayat 199:
“Jadilah engkau
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (al-‘urfi), serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf 199)
Kata al-‘Urf dalam ayat tersebut, dimana umat
manusia disuruh mengerjakannya, oleh Ulama Ushul fiqih dipahami sebagai sesuatu
yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu maka ayat
tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah
dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.
Pada dasarnya, syariat Islam dari masa awal
banyak menampung dan mengakui adat atau tradisi itu tidak bertentangan dengan
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Kedatangan Islam bukan menghapuskan sama
sekali tradisi yang telah menyatu dengan masyrakat. Tetapi secara selektif ada
yang diakui dan dilestarikan serta ada pula yang dihapuskan. Misal adat
kebiasaan yang diakui, kerja sama dagang dengan cara berbagi untung (al-mudarabah).
Praktik seperti ini telah berkembang di bangsa Arab sebelum Islam. Berdasarkan
kenyataan ini, para Ulama menyimpulkan bahwa adat istiadat yang baik secara sah
dapat dijadikan landasan hukum, bilamana memenuhi beberapa persyaratan.
C. Macam-macam
‘Urf
Para ulama
ushul fiqih membagi ‘urf kepada tiga
macam yaitu:
1. Dari segi objeknya, ‘urf dibagi kepada, al-‘urf
al-lafzi ( kebiasaan yang menyangkut ungkapan),dan al-‘urf al-amali
(kebiasaan yang berbentuk perbuatan).
a. al-‘urf al-lafzi ( الفصظيالعرف) adalah kebiasaan masyarakat dalam
mempergunakan lafal atau ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu,
sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran
masyarakat.
b. al-‘urf
al-amali
( العمليالعرف) adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan
perbuatan biasa atau mu’amalah keperdaan. Yang dimaksut “perbuatan biasa”
adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait
dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari
tertentu dalam satu muinggu, kebiasaan masyarakat tertentu memakan makanan
khusus atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam memakai
pakaian tertentu dalam acara-acara khusus.
Adapun
yang berkaitan dengan mu’amalah perdata adalah kebiasaan masyarat dalam
melakukan akad atau transaksi dengan cara tertentu. Misalnya, kebiasaan
masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli itu di antarkan
kerumah pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat dan
besar, seperti lemari dan peralatan rumah tangga lainya.
2. Dari
segi cakupannya, ‘urf terbagi dua yaitu al-‘urf al-‘am (kebiasaan
yan bersifat umum) dan al-‘urf al-khash ( kebiasaan yang bersifat
khusus).
a. al-‘urf
al-‘am (
العامالعرف) adalah kebiasaan tertentu yang berlaku
secara luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah. Misalnya dalam jual
beli mobil, seluruh alat yang diperlukan untuk memperbaiki mobil seperti kunci,
tang, dongkrak dan ban serap, termasuk dalam jual harga, tampa akad sendiri dan
biaya tambahan.
b.
al-‘urf al-khash ( الخاصالعرف
) adalah kebiasaan ang berlaku didaerah dan di masyarakat tertentu. Misalnya,
dikalangan para pedangang apabila terdapat cacat tertentu pada barang yang
dibeli dapat dikembalikan dan untuk cacat lainya dalam barang itu, konsumen
tidak dapat dikembalikan barang tersebut, atau juga kebiasaan mengenai
penentuan masa garansi terhadap barang tertentu
`3. Dari segi keabshannyadari pandangan syara’,
‘urf terbagi dua yaitu al-‘urf
al-shahih (kebisaan yang dianggap sah) dan al-‘urf al-fasid
(kebiasaan yang dianggap rusak)
a. al-‘urf al-shahih (العرف الصحيح)
adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak
bertentangan dengan nash ( ayat atau hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan
mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka. Misalnya: dalam masa
pertunangan pihak laki-laki memberi hadia kepada pihak wanita dan hadia ini
tidak di anggap sebagai mas kawin.
b. al-‘urf al-fasid (العرف الفا سد) adalah kebiasaan yang bertentangan
dengan dalil-dalil syara’dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’.
Contohnya adalah dalam “penyuapan”. Untuk memenangkan perkaranya, seseorang
mnyerahkan sejumlah uang kepada hakim, atau untuk kelancaran urusan yang
dilakukan seeorang ia memberikan sejumlah uang kepada orang yang menangani
urusannya. Hal ini juga termasuk al-‘urf al-fasid.
D.
Mendeskripsikan Kedudukan Atau Kehujjahannya
Sebagaimana
yang telah dinyatakan bahwa ‘urf yang dapat dijadikan sumber hukum atau dalil
dalam Islam adalah ‘urf yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Adapun kehujjahan ‘urf sebagai dalil didasarkan atas alasan-alasan berikut ini:
a.
Firman Allah dalam surat Al-A’raf (7): 199
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Dalam ayat di
atas Allah SWT memerintahkan kaum
muslimin untuk mengerjakan yang ma’ruf. Ma’ruf itu sendiri ialah yang dinilai
oleh kaum muslimin sebagai kebaikan, dikerjakan berulang-ulang dan yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
b.
Ucapan sahabat Rasulullah saw., Abdullah bin
Mas’ud berkata:
فَمَا رَآهُ المُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَ مَا رَآه المُسْلِمُوْنَ سَيْئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيْءٌ
“Sesuatu yang
dinilai baik oleh kaum muslimin adalah baik di sisi Allah, dan sesuatu yang
dinilai buruk oleh kaum muslimin adalah buruk di sisi Allah.”
Ungkapan
Abdullah bin Mas’ud di atas, menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasan baik yang
berlaku di dalam masyarakat muslim yang sejalan dengan tuntunan umum syari’at
Islam, merupakan sesuatu yang baik pula di sisi Allah. Oleh karena itu,
kebiasaan semacam itu patut untuk dijaga dan dipelihara.
Dengan
demikian, ulama merumuskan kaidah hukum yang berkaitan dengan ‘urf antara lain
sebagai berikut :
العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
“Adat kebiasaan
dapat menjadi hukum.”
الثَّابِتُ بِالْعُرْفِ ثَابِتٌ بِدَلِيْلٍ شَرْعِيٍّ
“Yang berlaku
berdasarkan ‘urf, (seperti) berlaku berdasarkan dalil syara.”
كُلُّ مَا وَرَدَ بِهِ الشَّرْعُ مُطْلَقًا وَلاَ ضَابِطَ لَهُ فِيْهِ وَلاَ فِى اللُّغَةِ يَرْجِعُ فِيْهِ إِلَى العُرْفِ
“Semua
ketentuan syara’ yang bersifat mutlak dan tidak ada pembatasan di dalamnya dan
tidak juga terdapat batasan di segi bahasanya, maka dirujuk kepada ‘urf.”
Oleh ulama
Hanafiyyah, ‘urf itu didahulukan atas qiyâs khafî (qiyâs yang
tidak ditemukannya ‘illah secara jelas) dan juga didahulukan atas nash yang
umum, dalam arti ‘urf itu men-takhshîs nash yang umum. Ulama
Malikiyyah juga demikian, menjadikan ‘urf yang hidup di kalangan
penduduk Madinah sebagai dasar dalam menetapkan hukum.Ulama Syâfi`iyyah banyak
menggunakan ‘urf dalam hal-hal yang tidak menemukan ketentuan batasan
dalamsyara` maupun dalam penggunaan bahasa. Berikut ini beberapa contoh
penerapan ‘urf dalam hukum Islam:
Pendapat ulama
hanafiyyah yang menyatakan bahwa sesorang yang bersumpah tidak akan makan
daging, kemudian dia makan ikan maka tidaklah dianggap sesorang itu melanggar
sumpahnya. Karena berdasarkan kebiasaan ‘urf, kata daging (لَحْمٌ) tidak diartikan dengan kata ikan (سَمَكٌ).
Adapun contoh
lainnya dalam penggunaan ‘urf yaitu tentang usia seseorang itu dikatakan
baligh, tentang ukuran sedikit banyaknya najis yang dima’afkan, atau tentang
ukuran timbangan yang belum dikenal pada masa Rasulullah saw. dan masih banyak
contoh yang lainnya berkenaan masalah ‘urf.
E.
Syarat-Syarat ‘Urf
Para ulama
Ushul menyatakan bahwa sutau ‘urf baru dapat dijadikan sebagai salah
satu dalil dalam menetapkan hukum Syara’ apabila memenuhi sayarat-syarat
sebagai berikut:
1.
‘Urf itu harus berlaku secara umum dalam
mayoritas kalangan masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas
masyarakat tersebut, baik itu ‘urf dalam bentuk praktek, perkataan, umum
dan khusus.
2.
Urf itu memang telah memasyarakat sebelumnya.
3.
‘Urf tidak bertentangan dengan apa yang
diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi. Seperti apabila dalam suatu
transaksi dikatakan secara jelas bahwa si pembeli akan membayar uang kirim
barang, sementara ‘urf yang berlaku adalah si penjuallah yang menanggung
ongkos kirim, maka dalam kasus seperti ‘urf tidak berlaku.
4.
‘Urf tidak bertentang dengan nash,
sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nash tersebut tidak bisa diterapkan. ‘Urf
seperti ini tidak dapat dijadikan dalil syara’ karena kehujjahan ‘urf
baru bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan
yang dihadapi.
F. Menguraikan
Kaidah-Kaidah Fiqih Tentang ‘Urf
Ada beberapa
kaidah Fikhiyyah yang menurut kami berhubungan dengan ‘urf. di antaranya
adalah:
1.
Adat itu adalah hukum (محكمة )العادة
2.
Apa yang ditetapkan oleh syara’ secara umum
tidak ada ketentuan yang rinci di dalamnya dan juga tidak ada dalam bahasa maka
ia dikembalikan kepada ‘urf
( ما ورد به الشرع مطلقا و لا ضابط له فيه و لا فى اللغة يرجع فيه إلى العرف).
Abdul Hamid
Hakim mendasarkan dua kaidah atas ayat:
و أمر بالعرف و اعرض عن الجاهلين (الأعراف 199)
“Suruhlah orang
mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang bodoh.”.
3. Tidak dingkari bahwa perubahan hukum
disebabkan oleh perubahan zaman dan tempat (لا ينكر تغير الأحكام بتغير الأزمنة و الأمكنة)
4. Yang baik itu jadi ‘urf seperti yang
disyaratkan jadi syarat (المعروف عرفا كالمشروط شرطا)
5. Yang ditetapkan melalui ‘urf seperti
yang ditetapkan melalui nash (الثابت بالعرف كالثابت بالناص)
Tapi perlu
diperhatikan bahwa hukum disini bukanlah seperti hukum yang dietapkan melalui
Alquran dan Sunnah akan tetapi hukum yang ditetapkan melalui ‘urf itu
sendiri.
G.
Mengapresiasi Implikasi Perubahan’urf
Hukum-hukum
yang berdasarkan ‘urf itu sendiri dapat berubah menurut perubahan ‘urf pada
suatu masa atau perubahan lingkungan. Oleh para fuqaha’ mengatakan mengenai
perbedaan-perbedaan yang timbul dalam masalah fiqh, merupakan perbedaan yang
terjadi disebabkan perbedaan ‘urf, bukannya perbedaan hujjah atau dalil yang
lainnya.
Sebagai contoh
di dalam mazhab Syafi’i dikenal adanya qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafi’i.
Hal ini disebabkan perbedaan ‘urf di lingkungan tempat tinggal Imam Syafi’I
sendiri.
Dalam konteks ini dikenal kaidah yang
menyebutkan :
الحُكْمُ يَتَغَيَّرُ بِتَغَيُّرِ الأَزْمِنَةِ وَالأَمْكِنَةِ وَالأَحْوَالِ وَالأَشْخَاصِ وَالبِيْئَاتِ
“Suatu hukum
brubah seiring dengan terjadinya perubahan waktu, tempat, keadaan, individu,
dan lingkungan.”
Dengan
demikian, pendapat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang kaku serta
ketinggalan zaman adalah salah. Islam berjalan seiring dengan perkembangannya
zaman. Namun perlu diperhatikan bahwa hukum-hukum yang dapat berubah di sini
terjadi pada hukum yang berdasarkan dalil zhanni. Dalam hukum yang berdasarkan
dalil qath’i yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya maka tidak boleh
ada perubahan, seperti perintah mengerjakan shalat, puasa, zakat, pengharaman
riba, dan sebagainya.
Hukum yang
dapat berubah karena ‘urf ini dapat kita contohkan seperti pendapat Abu Hanifah
bahwa kesaksian sesorang yang dhahirnya tidak fasik dapat dijadikan saksi,
kecuali pada kasus hudud dan qisas. Akan tetapi, murid beliau Abu Yusuf
menyatakan bahwa kesaksian baru dapat diterima setelah melakukan penyelidikan
yang mendalam terhadap sifat-sifat saksi tersebut. Pendapat Imam Abu Hanifah
sejalan dengan masanya karena pada umumnya akhlak dan agama masyarakat masih
dipegang teguh dan terpelihara. Demikian pula halnya dengan pendapat Abu Yusuf
sesuai dengan kondisi pada masanya, di mana masyarakat pada umumnya mulai
mengalami kemerosotan agama dan akhlak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Karakteristik hukum Islam adalah syumul
(universal) dan waqiyah (kontekstual) karena dalam sejarah perkembangan
(penetapan)nya sangat memperhatikan tradisi, kondisi (sosiokultural), dan
tempat masyarakat sebagai objek (khitab), dan sekaligus subjek (pelaku,
pelaksana) hukum. Perjalanan selanjutnya, para Imam Mujtahid dalam menerapkan
atau menetapkan suatu ketentuan hukum (fiqh) juga tidak mengesampingkan
perhatiannya terhadap tradisi, kondisi, dan kultural setempat.
Tradisi, kondisi (kultur sosial), dan tempat
merupakan faktor-faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manusia (masyarakat).
Oleh karenanya, perhatian dan respon terhadap tiga unsur tersebut merupakan
keniscayaan.
Sehingga dengan metode al-’urf ini, sangat
diharapkan berbagai macam problematika kehidupan dapat dipecahkan dengan metode
ushl fiqh salah satunya al-’urf, yang mana ’urf dapat
memberikan penjelasan lebih rinci tanpa melanggar al-Quran dan as-Sunnah.
REFERENSI
Djazuli, P. D. (2000). Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Prof. Dr.
Satria Effendi, M. Z. (2005). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
http://ippnuteni.blogspot.com/
2 komentar:
Buy 1€ Bonus in King of Slots | Shootercasino
King of Slots · The King of Spades Casino · The King of Spades Casino · The King of Spades Casino · The King of Spades Casino · The King 제왕카지노 총판문의 of Spades Casino · The King of Spades Casino.
Top 10 Casinos Near Me in Las Vegas - MapYRO
Top 10 Casinos Near 논산 출장안마 Me in Las Vegas. 군산 출장안마 Casino Resort. Casino 남원 출장샵 Resort. The Palazzo. Hotel Casino 경상남도 출장안마 & Spa. Harrah's Hotel and 영주 출장마사지 Casino Hotels.
Posting Komentar