Selasa, 11 Februari 2014

DAKWAH ISLAM DI SPANYOL



1.         POLA PERKEMBANGAN DAKWAH ISLAM DI SPANYOL
           
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang-bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendunkung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol di Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan. Dan merupakan salah satu catatan sejarah masa keemasan para pendakwah di dunia Islam.

A.                MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berkuasa di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagi salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi pada masa pemerintaha Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat  Hasan ibn Nu’man Al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa Ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid). Sebelum dikalahkan  dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, Umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi sebuah batu loncata bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan terdapat tiga pahlwan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik ibn Ziyad dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut perintis dan penyelidik. Ia menyebrangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara dengan membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Di dorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi pada tubuh kerajaan visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan perang ke Spanyol sebanyak orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagaian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim oleh Khalifah Al-Walid. Kemudian pasukan itu menyebrangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam sebuah tempat pertempuran yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus melakukan penaklukan di kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo  (ibu kota kerajaan goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyebrangi selat itu dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmonia, Sevilla, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung denga Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini, sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Prancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkaun seluruh  Spanyol dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari italia.
Kemenangan-kemengan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penagnut agama Yahudi  yang merupakan bagaian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diselimuti kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti  kedatangan juru pembebas dan juru pembebasannya mereka temukan dari orang Islam. berkenaan dengan itu, kaum  tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. berkenaan dengan itu, Ameer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan di tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politk memperbudak keadaan ekonomu masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomu masyakat dalam pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Gohtic, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Sevilla ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasanatas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjantuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Thariq, dan Musa.
Hal menguntunkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberika bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penakluakan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

B.                 PERKEMBANGAN DAKWAH ISLAM DI SPANYOL

Sejak pertama kali menginjakan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
1.       Periode Pertama (711-755 M).
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku Quraisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.

2.         Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini. Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abdurrahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Aushath. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan. Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara disamping asrama rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada instansi militer.
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Disamping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi. 

3.         Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah Baghdad. Abdurrahman al-Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

4.         Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.

5.
        Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas "undangan" penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun'im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan Islam.

6.         Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa'ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.

C.                PERADABAN SPANYOL LEWAT DAKWAH ISLAM
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), Al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), Al-Shaqabilah (penduduk daerah antara Konstatinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saha intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
1.                  Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagi jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke 5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam (961-967 M), karya-karya ilmiah dan filosfis diimpor dari timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaann dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Sayigh yang lebih dikenal dengan nama Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez dalam usia muda.  Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M.
Dan beberapa filsuf-filsuf lainnya yang terkenal dan pemikiran-pemikirannya masih dipakai sampai sekarang oleh beberapa universitas-universitas Eropa bahkan buah pemikiran-pemikiran filsuf-filsuf ini menjadi suatu batu loncatan bagi para orang-orang yang senang mengkaji tentang keilmuan filsafat, seperti Ibn Rusyd yang mempunyai ciri khas dengan kecermatan-kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
2.                  Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, asrtonomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
3.                  Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentkan oleh ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli Fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
4.                  Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap tampil mempertunjukan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anakanya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
5.                  Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal ini dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.

D.                PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN ISLAM DI SPANYOL
1.                  Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka merasa telah puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan keristen taklukannya dan membiarkan meraka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki trasidional, asal tidak perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam dalam memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen, hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad 11 M umat Krtisten mengalami kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2.                  Tidak adanya Ideology Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukhalaf diperlakukan sebagi orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad 10 M, mereka masih memberi istilah ibad dan muwaladun kepada para mukhalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak sangat besar terhadap sejarah sosio ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan disampng kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3.                  Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4.                  Tidak jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perdebatan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan bani Umayah runtuh dan Mulk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella. Diantaranya juga disebabkan karena permasalahan ini.
5.                  Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpecil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari  Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.

E.                 KESIMPULAN
Agama Islam sebagai Rahmat bagi Semesta Alam, selain atas kehendak dari Yang Maha Esa, hal tersebut tidak terlepas pula dari usaha dan Ikhtiar para pembawa ajaran Agama itu sendiri. Para Mujahid yang tetap tawakal dan Istiqomah untuk menegakkan ajaran agama yang hakiki dan benar ini terus continue bergerak dengan segala arah dan segala caranya. Seperti ekspansi-ekspansi yang terus dilakukan untuk menysiarkan ajaran Islam tersendiri.
Di antara kelebihan-kelebihan yang dibawakan dan ditawarkan pada ajaran Islam serta budaya-budaya bawaan orang Islam tersendiri, masih ada beberapa kekurangan pada para orang-orang, terkhusus para pemimpin yang seharusnya menjadi Uswah untuk para orang-orang yang dipimpinnya. Selain serangan-serangan dan pengaruh-pengaruh dari Eksternal, permasalah yang cenderung timbul dan menggerogoti posisi Islam di Spanyol adalah Faktor Internal dari tubuh pemerintahan itu sendiri. Seperti sistem ekonomi yang tidak terpantau, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas, bahkan permasalahan etnis yang masih menjadi halangan untuk saling rukun antara satu sama lain menjadi permasalahan yang menimbulkan Islam akhirnya hilang menjadi bagian dari Spanyol.

                                                                  REFERENSI                                     

Dr. Badri Yatim, M. (2011). Sejarah Peradaban Islam ; Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers.





ILMU DAKWAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Meretas keilmuan dakwah, tak dapat dipisahkan dari perjalanan yang telah dilakukan untuk itu. Walaupun, secara substansif dakwah Islam sudah ada berbarengan dengan adanya Islam sebagai pesan dakwah para nabi dan rasul Allah SWT. di sepanjang sejarah kemanusiaan. Penjelasan tentang substansif dakwah itu pun sudah banyak dilakukan oleh para ulama dulu, salah satunya dalam karya tulis ilmiahnya. Namun kondisi pada saat itu masih berserakan, belum terfokuskan dalam karya tulis ilmiah kedakwahan sebagai sebuah disiplin ilmu, misalnya Iman Ghazali menulis tentang dakwah dalam bab amar ma’ruf nahyu munkar, begitu pula para penulis yang sezaman lainnya.[1]
Upaya pengembangan keilmuan dakwah di Indonesia pada khususnya, telah dilakukan secara berkelanjutan, pada rentang waktu yang cukup panjang. Pada tahun 1977, diadakan: “Sarasehan Nasional Ilmu Dakwah” di Fakultas Dakwah Sunan Ampel Surabaya. Sarasehan itu dilatarbelakangi kesadaran, bahwa pendirian Fakultas Dakwah bukan lahir dari “janin” disiplin keilmuan, melainkan dari pertimbangan aspek praktis akan kebutuhan praktisi da’i berkualifikasi Sarjana. Dengan pengadaan sarasehan tersebut, semula diharapkan menjadi titik awal pembangunan kerangka keilmuan dakwah. Namun dimungkinkan karena kurang representatifnya pembicara yang hadir saat itu, sehingga hasilnya belum sampai kepada yang diinginkan.[2]
Selang setelah itu, berbagai acara-acara seperti seminar-seminar tentang dakwah dilakukan, sampai pada tahun 2003 tanggal 13-14 Mei dengan diadakannya “kongres Nasional I Profesi Dakwah Islam”, yang dihadiri dari berbagai utusan, baik dari praktisi dakwah, ormas,  lembaga-lembaga keislaman Indonesia. Pada Kongres itu berhasil dibentuk organisasi “Asosiasi Profesi Dakwah Islam Indonesia” disingkat APDII.
Perjalanan dakwah di Indonesia, memberi gambaran betapa seriusnya para akademisi dakwah, sehingga dapat terbentuk suatu Asosiasi Dakwah taraf Nasional. Dari upaya-upaya tersebut semakin dirasakan keberhasilan yang telah dicapai, dan semakin diketahui pula berbagai garapan panjang yang tersisa. Hingga untuk kesempurnaannya, ketua APDII memprediksi butuh waktu sekitar 25 tahun lagi. Tentu saja, kita berharap prediksi yang penuh perhitungan itu bisa jadi kenyataan, meski dengan catatan apabila keseriusan dan kesemangatan para civitas akademika dakwah seperti sekarang ini tidak mengalami kelunturan.[3]  
Oleh sebab itu, penulis bermaksud sebagai bagian dari kontribusi di dalam dakwah itu tersendiri, penulis hendak membuat makalah perihal tentang kajian ilmu dakwah. Terkhusus bagi penulis, penulis akan membahas gambaran dakwah secara general dan melalui metodelogi tertentu guna terselesaikannya makalah ini.

B.     Maksud Penulisan
a.       Apa yang dimaksud dengan kerangka Filosofis Dakwah?
b.       Apa yang dimaksud dengan kerangka Teoritis Dakwah?
c.       Apa yang dimaksud dengan kerangka Teknis Dakwah?

C.    Tujuan Penulisan
a.       Mengetahui maksud dari kerangka Filosofis Dakwah
b.      Mengetahui maksud dari kerangka Teoritis Dakwah
c.       Mengetahui maksud dari kerangka Teknis Dakwah

D.    Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan, penulis mempergunakan metode literatur pustaka, yaitu mengkaji dari beberapa sumber buku dan beberapa sumber Blog dari internet.

E.     Sistematika Penulisan
BAB I, Yang meliputi: Latar Belakang, Maksud Penulisan, Tujuan penulisan, Metode penulisan, dan Sistematika penulisan.
BAB II, Yang meliputi: Penjelasan kerangka Filosofis,  Kerangka Teoritis, Kerangka Teknis.
BAB III, Yang Meliputi: Kesimpulan, saran-saran.


BAB II
PEMBAHASAN
A.                KERANGKA FILOSOFIS
1.                  Makna Dakwah

Dakwah secara etimologi (bahasa) berasal dari bahasa arab berasal dari isim masdar yaitu dari fi'il  da'a yad'u du'aan wa dakwatan yang artinya permohonan, undangan, panggilan, ajakan. Secara kebahasaan makna dakwah masih bersifat umum, yang bisa berupa ajakan, permohonan, panggilan yang ditujukan bukan hanya kepada ajaran Islam saja, akan tetapi masih bisa kepada ajaran selain Islam, disebabkan karena maknanya sendiri yang tidak mengandung arti pengkhususan apa objek yang jadi sasaran dakwah itu sendiri.
Sedangkan Dakwah secara terminologis (istilah) memiliki arti: ajakan/ seruan kepada Islam. Yang di dalam pengertian ini, istilah dakwah sendiri dibagi menjadi dua garis besar menurut artinya:
a.       Dalam arti yang Khusus: “Ajakan/Seruan kepada semua manusia (sasarannya adalah orang yang belum memeluk Islam) agar mereka mau memeluk Islam.”
Allah SWT. berfirman dalam surat Ibrahim ayat 1.
Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa, Maha Terpuji.”(QS. Ibrahim:1)
Untuk lebih memahami makna dakwah secara khusus, terdapat pembanding untuk membedakan antara istilah:
TERM
ARTI
TUJUAN
SIFAT
KHALAYAK
MATERI
Dakwah
Ajakan/Seruan
Membangkitkan keinsyafan untuk kembali ke jalan Allah
Ekspansif/  memperbesar jumlah
Seluruh manusia (yang belum memeluk Islam)
Islam
Ta’lim
Pembelajaran
Menambah pengetahuan
Promotif, meningkatkan pengetahuan
Muslim yang perlu ditingkatkan pengetahuannya
Islam
Tadzkir
Peringatan
Mengingatkan kehidupan orang terhadap sesuatu yang harus selalu diingat
Reparatif
Orang lupa, merasa diri lupa, sekedar dianggap lupa
Islam
Tashwir
Lukisan tentang sesuatu pada pikiran
Membangkitkan pengertian akan sesuatu yang dilupakan
Progresif, memperjelas ruang lingkup pengertian
Masyarakat yang dikehendaki pengertian, perhatian dan simpatinya
Islam
Jadi, makna dakwah secara khusus disini menunjukkan bahwa sasaran dakwah atau objek dakwah itu sendiri adalah untuk mengajak orang-orang non Islam (kafir) agar dapat mengenali serta tersadarkan untuk kembali atau memeluk agama Islam.
b.      Dalam arti yang Luas:”Perubahan dari satu situasi/ kondisi kepada situasi/ kondisi yang lebih baik (diarahkan pada ajaran Islam secara kaffah).”
Allah SWT berfirman.
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS. Saba’:28)
Di dalam pengertian luas yang lain pula, dakwah berperan amat banyak terhadap istilah-istilah yang muncul sebagai orientasi kepada ajaran Islam, diantaranya terdapat dalam istilah-istilah:
-           Yad’una ilal khoeri
-           Amar ma’rif
-           Nahyul munkar
-           Taghyirul munkar
-           Tabligh
-           Taushiyah
-           Khutbah
-           Maw’idhoh
-           Mujadalah, dll.
Hal ini menunjukan, bahwa dakwah secara luas merupakan pokok-pokok penting agama untuk mengajak orang kedalam keadaan yang lebih baik, yang muaranya memang mengajak agar memeluk ajaran agama Islam secara komprehensif (menyeluruh/sempurna).
Dengan demikian, dakwah adalah cara setiap Muslim (umat Nabi) untuk menyeru  orang-orang terhadap kebajikan-kebajikan yang telah diajarkan oleh Nabi yang diperintahkan Allah, salah satunya berdasarkan kitab yang diterima oleh Nabi dari Allah SWT. Layaknya tongkat estafet, dakwah adalah kewajiban setiap muslim untuk menggulirkan amalan-amalan kebaikan pada yang lainnya, yang disana merupakan cara Nabi SAW pula., sehingga ajaran-ajaran/ petunjuk dari Allah dapat tersampaikan kepada kita untuk dijadikan pedoman penyelamat hidup umat manusia.

2.                  Dasar dan Hukum Dakwah
Di dalam menyeru manusia kedalam sebuah jalan, pasti manusia (orang yang menyeru) mempunyai ekspekatasi (harapan) yang lebih sehingga dia mau untuk mengajak orang lain, yang tentunya hal tersebut berlandaskan kepercayaan akan sesuatu yang memang tingkat kebenarannya mutlak dan absolut.
Ajaran Islam mengajak serta menyuruh setiap orang untuk berlaku baik, patuh terhadap perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya itu sudah menjadi suatu kewajiban yang mana memang telah termaktub di dalam ajaran-ajaran Islam.
Imam Ahmad, Abu Daud, dan At-Tirmidzi, meriwayatkan hadist tentang dialog antara Rasulullah SAW dengan shahabat Mu’adz bin Jabbal: “Rasulullah bertanya kepada Muadz: “(wahai Mu’adz) bagaimana cara kamu menetapkan hukum terhadap perkara yang ditujukan kepadamu?. Mua’dz menjawah:”Aku akan menghukumi dengan Kitabullah (Al-Qur’an), selanjutnya Rasulullah bertanya kembali: “kalau tidak ada di dalam Al-Qur’an? Mu’adz menjawab: “maka dengan Sunnah Rasulullah (Al-Hadist).” Rasulullah bertanya lagi: “kalau tidak ditemukan dalam sunnah Rasulullah?. Mu’adz menjawah:”Aku akan berijtihad dengan pikiranku.”Kemudian, Rasulullah SAW menepuk dada Mu’adz dan berkata:”Alhamdulillah, Allah telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah SAW, terhadap sesuatu yang diridhoi Rasulullah SAW.”(H.R. Abu Dawud)
Di dalam mengamalkan kebaikan –kebaikan itu pula, manusia diberi tiga cara ikhtiar yang lebih benar agar hidupnya mampu terarah kedalam kebaikan. Adapun ketika orang Islam hendak menetapkan suatu atau menjalankan suatu hukum, mestilah disesuaikan dengan Al-Qur’an, sebagai landasan/ pedoman pertama Umat Islam, apabila tidak ada di dalam Al-Qur’an maka baru beranjak kedalam landasan hukum As-Sunnah, apa-apa yang telah Nabi contohkan. Namun, apabila memang belum, maka berijtihadlah yang tentu tidak menyalahi hukum, serta norma yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.

1.      Landasan Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak akan berfungsi sebagaimana sekarang ini tanpa kehendak Allah SWT., manusia yang berkecenderungan sebagai mahluk lemah pasti membutuhkan pertolongan atau petunjuk agar menjalani hidup ini penuh kelayakan jasadiyyah maupun ruhaniyyah. Oleh sebab itu Allah memberikan jalan dengan menurunkan petunjuk-Nya ke dunia ini dengan menurunkan  kitab penyempurna yang di bawakan dan diajarkan lewat utusannya Rasulullah SAW sebagai agama Rahmatan Lil Alamin. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) Rahmat bagi seluruh Alam.” (Q.S Anbiya:107)
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. .” (Q.S Saba:28)
Sebelum datangnya Islam, peradaban dunia seperti di Arab kuno, menganut paham jahiliyah (kebodohan) yang amat penuh dengan kesesatan pikiran dan hati. Manusia dipaksakan untuk menuruti hawa nafsunya dan membiarkan akalnya di bunuh oleh hati mereka yang telah terpupuskan nuraninya. Namun Allah tidak membiarkan terus menerus manusia berada dalam kesesatan. Maka dengan karunia-Nya, Allah SWT mengangkat seorang utusan, yaitu Muhammad sebagai Nabi dan Rasul penutup bagi dunia ini. Sebagaimana di dalam Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah :
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”(Q.S Al-Jumu’ah: 2)

2.      Landasan As-sunnah
As-sunnah atau disebut juga Al-Hadist adalah bagian kedua di dalam hukum Islam, sebagai landasan pendukung Al-Qur’an sebagai kitab suci yang mutlak. Secara istilah hadist adalah apa-apa yang disandarkan kepada Nabi berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi. Selain fungsi hadist adalah sebagai landasan pendukung ketetapan-ketetapan dari Al-Qur’an, Rasul pun menerangkan banyak hal yang bisa jadi pembelajaran hidup dan menjadi suri tauladan bagi umatnya, diantaranya:
a.                   Tentang Penyempurnaan Ahlak
“Aku ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti luhur”(H.R Ahmad)
Selain menjunjung tugas yang agung dari Allah sebagai nabi terakhir, Rasulullah pun menunjukkan kerendahan hatinya. Tidak serta merta setelah nabi jadi utusan Tuhan pencipta alam, beliau lalu berubah sombong dan seolah-olah memperlihatkan derajatnya yang lebih tinggi di banding orang-orang. Namun, dengan mulianya Nabi mengajak kepada manusia untuk menjadikan hidupnya berbudi pekerti luhur.
b.                  Tentang Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah perubahan di dalam tatanan kemasyarakatan di mulai dari kehidupan individual ataupun kelompok yang ada di dalam ruang lingkup masyarakat itu sendiri, berupa tingkat ekonomi, budaya, kehidupan beragama serta yang lainnya. Hasil dari perubahan itu sendiri adalah berupa nilai yang berdampak positif maupun negatif. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW. menyikapinya dengan bijak seperti dalam hadist.
“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka janganlah mengikutinya. . .(H.R Muslim)”
Hadist ini menjelaskan ketika kita dipersudutkan dengan hal-hal yang munkar, maka sebaiknya tidak mengikutinya karena hal tersebut bisa membuat perselisihan di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
c.                   Tentang kadar kemampuan Manusia
Manusia diciptakan atas kesempurnaan, manifestasi dari Allah yang Maha Sempurna, akan tetapi diantara hal-hal tersebut, manusia masih kurang atau jauh akan karunia yang telah Allah berikan.
“Sungguh Kami telah mengutus dikalangan setiap umat seorang rasul: Hendaklah kalian semua menyembah Tuhan dan jauhilah Thagut. Diantara mereka ada yang mendapat hidayah dari Allah, dan diantara mereka ada yang pasti mengalami kesesatan. . .”(Q.S 16:36)
Oleh sebab itu, Nabi diturunkan oleh Allah untuk menyelamatkan orang-orang dari kesesatan dengan mengikuti jalan dan juga berpedoman kepada kitab-Nya, agar nantinya tidak mendapatkan siksa dari Allah SWT.

3.                  Landasan Al-Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan/mengerahkan kemapuan berfikir manusia atas usaha indera, akal dan hati secara mendalam, yang bersesuaian atau tidak bertentangan dengan Al-Qur’an atau Al-Hadist. Adapun pengaktualisasian Ijtihad sendiri menjadi metode Dakwah mempunyai beberapa fase.
a.        konseptualisasi realitas dakwah dengan memanfaatkan potensi indera, akal, dan qalbu dalam menegakkan hak dan keadilan.
b.       menggunakan pemikiran secara syumuli (holistik) berdasarkan petunjuk Al-Qur’an yang dipadukan dengan teori-teori pengetahuan.
c.        menghasilkan HIKMAH, yaitu ilmu yang bisa membangkitkan amal.
                        Di dalam ilmu dakwah, selain terdapat perintah langsung dari Al-Qur’an dan Al-hadist untuk mengajak serta mengamalkan dakwah itu sendiri, para ulama pun berijtihad agar dakwah dapat menjadi efektif di tataran pelaksanaannya. Beberapa hasil ijtihad para ulama di dalam dakwah, diantaranya:
a.       Teori Dakwah : Disiplin yang memberikan kerangka teori dan metodologi dakwah               memberikan dasar –dasar teoritik dan metodologik keahlian dakwah.
b.      Teknologi Dakwah : Disiplin yang memberikan kerangka teknik operasional dakwah           Memberikan kemampuan teknik keahlian profesi dakwah.
Dari hasil ijtihad ini, penyampaian atau ajakan terhadap agama Islam menjadi lebih terbantu agar terciptanya tujuan dakwah sendiri, yakni mengajak kedalam ke kaffah-an Islam.
Adapun pelaksanaan dakwah sendiri, harus sesuai dengan dalil diperintahkannya dakwah yang menjadi hukum dan pegangan para Muslim untuk lebih percaya di dalam pelaksanaannya. Firman  Allah dalam surat An-Nahl:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.. .”(Q.S An-Nahl:125)
Dengan seruan atau perintah Allah lewat Al-Qur’an di dalam ayat ini menjelaskan bahwa dakwah atau mengajak manusia kedalam agama Islam (Jalan Allah) hukumnya WAJIB. Dan beberapa ayat di dalam Al-Qur’an menjelaskan.
a.       Untuk menegakkan Dakwah Islam sesuai dengan kemampuan masing-masing, hukumnya wajib ‘ain.
”Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran:110)
b.      Menegakkan dakwah secara profesional hukumnya wajib kifayah.
“. . .Mengapa sebagian dari setiap diantara golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalan pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya. .”(QS. At-Taubah:122)
c.       Menegakkan organisasi yang mengelola Dakwah hukumnya Wajib ‘Ain.
“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. . . .”(QS. Ali Imran:104)
3.      Fungsi dan Tujuan Dakwah
a.       Fungsi Dakwah
Adapun fungsi dakwah secara tematis adalah berupa upaya-upaya yang bersinergis untuk kelancaran dakwah itu sendiri, diantaranya berupa:
1.      Upaya mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya kehidupan yang terang.
“Allah pelindung orang beriman. Dia mengeluarkan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). .”(QS. Al-Baqarah:257)
2.      Upaya menegakkan sibghoh (celupan = Agama) Allah dalam kehidupan.
“Sibghoh Allah.”Siapa yang lebih baik Sibghah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah.
3.      Upaya menegakkan Fitrah insaniyah, dengan memfungsikan manusia sebagai yang hanif atau berkecenderungan terhadap kebaikan.
4.       Menempatkan tugas ibadah manusia sebagai hamba Allah secara proporsional.
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan  kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 21)
5.      Mewariskan tugas kenabian dan kerasulan secara estafet.
“. . . Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. .”(QS. Al-Hasyr:7)
6.      Aktualisasi pemeliharaan Agama, jiwa, akal, generasi, dan sarana hidup.
7.      Perjuangan memenangkan ilham taqwa atas ilham fujur dalam kehidupan individu, keluarga, kelompok dan komunitas manusia.

b.      Tujuan Dakwah
Berdasarkan hukum serta fungsi dari dakwah itu sendiri, secara ideal dakwah bertujuan untuk terciptanya, terlaksananya Syari’at Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, ditambah dengan adanya ijtihad agar dakwah itu dapat tercapai dengan lebih mudah. Selain itu dakwah pula bertujuan agar manusia menjadi insan yang hanif atau cenderung mencari kebenaran yang sifatnya mutlak (Agama Islam) agar manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta terhindar dari siksa api neraka.
            Wilayah Dakwah: Aspek-Aspek kehidupan
`           Di dalam pelaksanaan strategi berdakwah, para Da’i hendaknya mencermati aspek-aspek kehidupan dari waktu ke waktu sampai pada masa yang kekinian. Adapun hasil dari upaya itu sendiri, dakwah memasuki aspek-aspek: Agama, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Militer, pertahanan, keamanan.
a.         Aspek Agama
Adapun di dalam aspek Agama, dakwah membawakan ajaran-ajaran pokok Islam, yang meliputi:
1.      Aqidah : memaknai dari kalimat Tauhid kepada Allah yang bermakna menganggap satu atau percaya atas keesaan Allah, dakwah mengarahkan bahwa agama Islam adalah agama yang ber-Tuhankan satu yang memungkiri akan adanya Tuhan-Tuhan lain selain pada-Nya seperti ajaran-ajaran agama lainnya.
2.      Akhlaq : merupakan manifestasi dari Aqidah yang telah diyakini, sehingga berujung kepada perilaku yang berasaskan kebaikan dan menjauhi kemunkaran sesuai dengan apa yang Allah telah perintahkan.
3.      Ibadah : amalan adalah ujung tombak pencerminan bahwa manusia itu telah berhasil menjadi objek dari dakwah itu sendiri, sehingga selain perilaku yang menjadi baik, amalan pun dapat berjalan dengan baik.



b.      Aspek Ideologi
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Dakwah sebagai ideologi di dalam hidup berfungsi agar terciptanya kepribadian yang muttaqi, yang mengahasilkan pribadi Muslim:
1.      Mujahid: Pejuang, yang maknanya berjuang di jalan Allah.
2.      Mujtahid: Pemikir, yang maknanya berpikir agar tercapainya ajaran Islam ini.
3.      Mujaddid: Pembaharu, yang maknanya sebagai generasi penerus perjuangan Nabi, dengan memunculkan gagasan yang baru untuk kemajuan Agama Islam.
4.      Muhawid : Pemersatu, yang maknanya berusaha mempersatukan Umat Islam di dalam menyeru manusia dalam kebaikan.
c.       Aspek Politik
“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.”(QS. Al-Anfal:73)
Sesuai dengan ayat diatas, Allah memerintahkan agar umat muslim menegakkan Islam di antara orang-orang kafir yang saling melindungi satu sama lainnya. Oleh sebab peran kekuasaan politik adalah jalan untuk daulah Islamiyah ini terlaksana. Maka dengan jalan dakwah hal ini bisa terjadi.
1.      Dakwah Islam harus tegak
2.      Dakwah tidak akan tegak tanpa kekuasaan (syaukah)
3.      Kekuatan tidak akan terlaksana tanpa kekuatan (Quwwah)
4.      Kekuatan tidak akan dimiliki tanpa jama’ah
5.      Jama’ah tidak akan terwujud tanpa kesatuan dan persatuan (ittihad)
6.      Tidak akan terwujud kesatuan dan persatuan tanpa Tauhidullah
7.      Tidak akan tertanam Tauhidullah tanpa kegiatan dakwah
8.      Para intelektual muslim dituntut untuk membina dan memelihara stabilitas politik.
9.      POLITIK UNTUK DAKWAH BUKAN DAKWAH UNTUK POLITIK



Apabila digambarkan tujuan dakwah dalam aspek politik seperti.
Dakwah   Syaukah   Quwwah   Jama’ah   Ittihad  Tauhidullah

d.      Aspek Ekonomi
Ekonomi adalah salah satu titik vital yang amat berpengaruh bagi kemaslahatan umat, seperti adanya sistem zakat, shadaqah dan yang lainnya. Ini merupakan salah satu cara yang mempuni agar tetap terjaganya kesejahteraan antar orang-orang Islam, khususnya bagi mereka pemeluk Islam namun kurang mampu dalam hidupnya. Adapun sorotan Islam dalam aspek ekonomi diantaranya:
1.      Islam tidak membenarkan kefaqiran dan kemiskinan
2.      Islam juga mengancam orang mukmin membiarkan dirinya dan saudaranya dalam posisi kefaqiran dan kemiskinan.
3.      Islam memerintahkan agar ada keseimbangan dalam perolehan atau penggunaan sumber daya alam.
4.      Dakwah Islam dengan pendekatan ekonomi menjadi kewajiban semua muslim.
5.      Pada tataran ini membangun prilaku ekonomi yang Islami menjadi sangat penting secara signifikan.
6.      Peranan intelektual muslim/ Da’i sangat didambakan dalam merumuskan pola-pola praktis dalam rangka pemanfaatan ibadah mallyah kaum muslimin, seperti infaq sodaqoh dan waqaf yang kesemuanya dapat menjadi sarana ketahanan di bidang ekonomi.

e.       Aspek sosial
Sesuai dengan Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 1, yang menjelaskan bahwa  Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi SAW berfungsi: “mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju terang benderang.”(Q.S Ibrahim:1) ayat ini mengacu pada aspek adanya perubahan sosial. Lalu dijelaskan di QS. Ar-Ra’d ayat 11.
“. . .Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri...”(QS. Ar-Ra’d: 11) menjelaskan bahwa, ajaran Islam memandu berperannya manusia secara positif dalam perubahan sosial itu sendiri, serta menjelaskan pula tentang tanggung jawab kolektif yang dimulai dari tanggung jawab pribadi, di dalam mewujudkan perubahan sosial yang baik dimulai dari dakwah billisaniihal, yang menjadi persyaratan mutlak dalam mewujdukan kasalehan sosial.

f.      Aspek Budaya
Pada bidang budaya dakwah Islam memerlukan pengembangan rasa senasib dan sepenanggungan, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang Islami. Perbedaan harus di manage, guna mewujudkan kerjasama, berlomba dalam kebajikan. Allah berfirman:
“Wahai manusia! sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” (Q.S Al-Hujurat:13)
“...Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan...”(Q.S Al-Maidah:48)

g.     Aspek Militer, Pertahanan, Keamanan
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S Al-Baqarah: 190)
Bukan hanya pada aspek basis militer, di dalam kehidupan bermsyarakat pun seluruh kaum muslim diperintahkan untuk berperan aktif sebagai unsur kontrol sosial yang melingkupi amar ma’ruf, nahyul munkar, dan taghyirul munkar. Dengan cara:
1.      Mempertebal dan memperkukuh iman kaum muslimin
2.      Meningkatkan tata kehidupan umat Islam agar mau dan mampu menjadikan hari esok lebih cerah dari hari ini.
3.      Menciptakan keamanan masyarakat, bangsa dan negara.

B.                 KERANGKA TEORITIS
1.                  Proses Pelaksanaan Dakwah
1.1.      Wilayah Kajian Dakwah
Secara teoritis ada empat wilayah kajian dakwah, yaitu:
a.       Tabligh, berfungsi menyebar luaskan ajaran Islam dengan cara mengerahkan kepada massa. Dengan penggambaran:
Tabligh (Dimensi)   Massa (Objek)    Komunikasi Massa (Teori)    Media Massa (Media) = Cetak + Elektronik
b.      Irsyad, berfungsi secara individu persuasif dengan bimbingan dan penyuluhan. Dengan penggambaran:
Irsyad     individu    Psikologi    tanya jawab, dsb.
c.       Tadbir, berfungsi menghimpun dengan diadakannya pengelolaan untuk seterusnya. Dengan penggambaran:
Tadbir    Organisasi   Manajemen    Aktifitas/orientasi = pengembangan SDM
d.      Tatwir, berfungsi mengembangkan kader di dalam memperdalami pengetahuan itu sendiri. Dengan penggambaran:
Tatwir     intra, inter dan antar budaya     Sosiologi/antrologi     penerapan = pengembangan SDM.
Adapun macam-macam dari wilayah dakwah itu sendiri, menghasilkan istilah-istilah yang menunjukan variatifnya kontek dakwah tersebut, beberapa diantaranya:
a.         Dakwah Nafsiyah: Da’i dan Mad’unya diri sendiri (kom. Intra personal)
b.        Dakwah Fardliyah: Da’i sendiri dan Mad’u sendiri: apakah tatap muka atau menggunakan media (kom. Antar personal)
c.         Dakwah Fiah Qolliah: Da’i sendiri dan Mad’unya kelompok kecil: tatap muka atau dialog (kom. Kelompok)
d.        Dakwah Hijbiyah: Da’i sendiri dan mad’u kelompok: teroganisir (kom. organisasi)
e.         Dakwah Ummah: Da’i sendiri dan mad’u orang banyak: media massa atau tatap muka (Kom. Massa)
f.         Dakwah Qobailiyah: Da’i dan Mad’u berbeda suku dan budaya dalam satu kesatuan bangsa (kom. antar budaya)
g.        Dakwah Syu’ubiyah: Dakwah antar bangsa/ antar budaya (kom. internasional)

1.2.            Unsur-unsur Dakwah
Di dalam dakwah itu sendiri, terdapat unsur-unsur yang memang adalah pokok yang tidak dapat dihilangkan ataupun di singkirkan, yaitu:
a.       Unsur Da’i: sebagai perantara agar ajaran Islam dapat terdakwahkan.
b.      Unsur Materi: sebagai bekal da’i untuk menyampaikan dakwahan kepada mad’u.
c.       Unsur Metode: sebagai cara atau siasat agar materi dakwah dari si da’i dapat tersampaikan.
d.      Unsur Media: adalah alat tambahan di dalam dalam menyampaikan dakwahan (metode tambahan).
e.       Unsur Mad’u: sebagai objek sasaran di dalam dakwah itu sendiri, tanpa objek maka dakwah tidak akan terealisasikan.
Untuk mengembangkan pemahaman masyarakat akan ajaran Islam ini sendiri, unsur Da’i sebagai penyampai harus bisa meng-handle agar interaksi antara unsur satu dengan unsur yang lainnya tidak berbenturan menjadi suatu problem dakwah. Tidak dapat dinafikan, problem pasti akan muncul dari tiap unsur, namun dengan pengembangan dan pengelolaan Da’i yang intens dapat memperkecil masalah yang timbul nantinya di setiap unsur dakwah itu sendiri.
1.3.       Tahapan Pelaksanaan Dakwah
Di dalam pelaksanaan dakwah, keperluan akan pengembangan juga pengelolaan di lakukan oleh Lembaga yang menaungi dakwah tersebut, yang menghimpun: 1. Pengumpulan Data, 2. Pemrograman, 3. Pengkomunikasian, serta 4. Evaluasi sebagai poros agar dakwah itu menjadi semakin baik dari waktu ke waktu.
Pada tahapan pengkomunikasian dirumuskan STRATEGI dakwah.
Perhatian     Ketertarikan & Keterikatan     Pertimbangan     Keputusan
                                                                                                PELAKSANAAN
Secara garis besar tahapan pada pelaksanaan dakwah dapat di ilustrasikan:
APA (materi)
Oleh SIAPA kepada SIAPA (Dai’-Mad’u)
DIMANA (tempatnya)
KAPAN (waktunya)
MENGAPA (penting disampaikan)
BAGAIMANA (caranya)

1.4.       Sasaran Dakwah
Di dalam proses dakwah itu sendiri yang memiliki unsur da’i, materi, media, metode, serta tujuan yang satu sama lainnya memiliki keterkaitan yang amat penting, sasaran dalam dakwah itu harus tertuju pada objek (Mad’u) yang di dalam prosesnya akan terjadi interaksi awal kepada pandangan (Mata), dan pendengaran (telinga) mad’u sebelum terjadinya proses interasksi antara akal dan hati si Mad’u.

1.5.       Metode dan Teknik Dakwah
Dengan metode dan teknik, da’i dapat menjalankan tujuan dakwah secara lebih mudah, fungsinya agar mad’u dapat menerima lebih cepat terlepas itu hasilnya maksimal ataupun tidak, beberapa caranya dengan:
a.       Al-Quwwah (kekuasaan/politik)
b.      Al-Qaul (Perkataan)
c.       Al-Amal (perilaku)
d.      Al-Hikmah
e.       Al-Mauidhoh al-hasanah (persuasif)
f.       Mujadalah (dialog), dsb.

1.6.       Media Dakwah
Media adalah alat vital agar dakwahan tersebut terjadi, karena lewat media itu adalah poros akan munculnya si mad’u, terlepas banyak atau sedikitnya, beberapa diantaranya:
a.       Daur Al-Ushroh (lingk. Keluarga)
b.      Daur Al-Madrasah (lingk. Sekolah)
c.       Al-Rasa-il (Surat)
d.      At-Targhib (Hadiah)
e.       Al-Qishash (ceritera)
f.       Al-Qosm (Sumpah)
g.      Al-Amtsal (simulasi)
h.      Al-Kitabah (bahasa tulisan)
i.        Elektronik, dan median yang lainnya.

1.7.       Bentuk seruan/Ajakan
Seruan atau ajakan, secara garis besar terdiri dari:
a.       Lisan (ahsanu qaula)
b.      Tulisan (bilkitabah)
c.       Perbuatan (Amala)
d.      Keteladanan (Uswah)
e.       Simbol-simbol
f.       Bahasa keadaan (bilisanii hal)

Manfaatkan IPTEK !!
Allah menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut “bismi robbika” dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan: bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, termasuk diri sendiri, dan segala sesuatu yang dapat dijangkau (Q.S Al-Alaq:1-5), di dalam surat Al-Jatsiyah juga Allah menyuruh manusia untuk bertafakur (berfikir) tentang penciptaan alam raya, benda-benda langit agar manusia sebagai mahluknya senantiasa untuk selalu mengingat Allah (dzikrullah) dan bersyukur akan apa yang telah dikaruniakan-Nya.
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah pula Allah serta Rasul memerintahkan dan mengajak manusia agar terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. “Qul Rabbi zidni ‘Ilma”. Karena “fauqa kuili dzi ilmin ‘alim= diatas setiap pemilik ilmu ada yang amat mengetahui. Seperti di dalam surat Al-Alaq pula, inti dari dakwah adalah digariskannya titik tolak atau motivasi pencarian ilmu. Demikian juga titik akhirnya, haruslah karena Allah (bernilai Rabbani). Dengan melalui kemampuan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dakwah dapat terlaksana dengan sempurna.
2.                  Mutu Dakwah
Dakwah itu sendiri akan bernilai tinggi atau bertmutu tinggi apabila:
-           Sesuai dengan ‘standar’
-           Sesuai dengan harapan mad’u
-           Sesuai dengan yang dijanjikan
-           Semua karakteristik produk dan pelayanan yang memenuhi persyaratan dan harapan serta berorientasi kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
Dengan kata kunci:
-                     Adanya evaluasi
-                     Serta diadakannya standar, dan penetapan mutu
-                     Adanya kegiatan pengendalian (controling)
-                     Benchmarking
Dengan rumusan proses:
Planning       Doing       Checking       Action

Dengan kontrol atau pengawasan terhadap standar dari Dakwah itu sendiri, hasil evaluasi berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki kualiatas tahap demi tahap agar lebih baik lagi daripada sebelumnya.
Peningkatan Mutu
Standar                           pelaksanaan                         Monitoring

                           Stand. Baru

       peningkatan Mutu                                 Rumusan            Audit          Evaluasi
Pada bagan ini menjelaskan untuk meningkatkan mutu itu sendiri, harus adanya tahap monitoring pada saat pelaksanaan, fungsinya agar adanya bahan untuk dijadikan evaluasi. Kemudian pada tahapan audit dirumuskan (pengkoreksian), lalu untuk meningkatkan mutu dakwah itu sendiri maka di buatlah standar baru dari hasil rumusan koreksi. Perbaikan itu menjadikan dakwah dari awal sampai akhir pelaksanaan lebih baik lagi dari pada sebelumnya.

C.                KERANGKA TEKNIS
1.                  Pola Dakwah
Secara di dalam pembahasan awal, dakwah secara global dalam artian luas atau umum mempunyai makna yang sempti, yaitu mengajak, menyeru dll. Yang pada intinya dakwah bukan hanya saja menyeru atau mengajak pada jalan kebaikan, oleh karena itu pula dalam arti umum dakwah dapat dibedakan menjadi dua :
Pertama, Dakwah  Allah (Rabbani), yakni dakwah yang dilakukan oleh orang yang berlandaskan atas apa yang telah di perintahkan oleh agama Allah, dengan pegangan atau hukum yang berlandaskan Al-Qur’an (Firman Allah), As-Sunnah (Hadist Nabi) dan Al-Ijtihad (Hasil Ikhtiar manusia) yang dimana hal tersebut untuk menyeru manusia pada jalan yang ma’ruf dan menjauhi kemunkaran.
Kedua, Dakwah Iblis (Syaithan), Iblis pernah berikrar pada Allah SWT atas pengusirannya dari Surga karena iblis tidak mematuhi perintah Allah untuk turut bersujud kepada Nabi Adam seperti malaikat. Oleh sebab itu, iblis memohon kepada Allah agar diberi penagguhan waktu agar dipanjangkan umurnya hingga Yaumul akhir nanti untuk menyeru anak cucu adam kedalam jalan kesesatan (kemunkaran) agar Allah murka dan turut memasukan manusia yang munkar kedalam panasnya neraka. “Iblis (menjawab), “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.”(Q.S Al-Araf:16)
Maka secara singkat dapat disimpulkan bahwa, dakwah dalam artian umum adalah mengajak, menyeru. Dan dakwah yang diridhoi oleh Allah adalah dakwah Islam.
2.                  Esensi Dakwah
Secara esensi, dakwah mempunyai nilai yang benar-benar absolut (mutlak) keadaannya adalah untuk menyeru atau mengajak setiap manusia kepada jalan kebenaran yang telah Allah berikan. Selain itu pula, jalan dakwah adalah jalan keselematan bagi umat Islam, karena disana terdapat perintah wajib bagi setiap muslim yang barang tentu akan mendapatkan ganjaran yang lebih dari Allah sebagai tabungan di akhirat nanti. Adapun secapa ilustrasi esensi Dakwah bisa digambarkan:

Salimul ‘ Aqidah
                                                   Yad’u ila Al-khoiri
                                                   Amar ma’ruf                         KHOIRI
DAKWAH                                Nahyul munkar                     UMMAH
                                                   Taghyirul munkar                
Shahihul Ibadah

3.                  Kaderisasi Dakwah
Salah satu fungsi dari kaderisasi merupakan jalan dimana kuantitas adalah alat penunjang agar tujuan dapat dicapai, dengan bertambahnya anggota atau personil yang dibina juga dijaga, maka tujuan yang di idam-idamkan akan lebih mudah untuk dicapai, adapun cara dari kaderisasi dakwah yaitu:
Pertama, Rekruitmen/ perekrutan, berfungsi untuk merangkul calon-calon kader sebelum di bina untuk menjadi Anggota.
Kedua, Pendidikan, berfungsi sebagai sarana pengantar untuk calon kader, ataupun kader muda, dengan kata lain pendidikan adalah pembinaan awal berupa teori-teori agar calon kader lebih mengerti fungsi dari dakwah itu sendiri.
Ketiga, Penataran, dengan cara ini para anggota bisa mengambil pengalaman ataupun jam terbang yang lebih sebelum proses selanjutnya dimulai.
Keempat, Pelatihan, adapun pelatihan/training merupakan makanan pokok anggota sebagai pengaktualisasian mini dari teori-teori yang sebelmnya telah didapat dari pendidikan.
Kelima, Pembinaan, fungsi dari pembinaan ini sendiri adalah untuk terjaganya kestabilan kader di dalam menempuh ajaran agama khususnya ajaran ilmu dakwah ini. Karena ketika kedisiplinan telah dimulai, maka jalan untuk memberontak pun semakin kecil.
Keenam, Advokasi, setalah adanya proses panjang, maka advokasi berperan agarpara kader merasa terbayar akan jerih payah yang telah mereka bangun dari awal. Atau singkatnya sebagai tanda terima atas pelantikan kader  itu sendiri.
Seperti di dalam Organisasi atau lembaga, fungsi dari pembinaan kader tidak dapat lepas adanya peran serta pemimpin dan Staff yang lainnya. Sebagai kesatuan yang solid di dalam organisasi, hendaknya untuk membina kader dakwah itu sendiri haruslah dengan pemimpin yang bijak, manajemen yang baik, organisasi yang sehat, dan administrasi yang rapih agar semangat jihad fi sabilillah dapat terwujud  dari tiap diri kader karena dampaknya dapat membuat kader merasa nyaman.

4.                  Persaingan  dan Tantangan Dakwah
Mengingat bahwa saingan terbesar Dakwah Allah adalah dakwah iblis, maka terkadang amatlah sukar untuk mendelegasikan dakwah Allah kepada orang-orang, jika da’inya amat lemah akan keimanannya (inmaterinya) kepada Allah SWT. Manusia digoda oleh syetan dari empat arah. Seperti di dalam surat Al-Araf ayat 17:
“Kemudian pasti aku (Iblis) akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapatai kebanyakan mereka bersyukur.”(QS. Al-Araf:17)
Ayat ini menjelaskan bahwa Iblis akan menggoda/menyeru manusia kedalam keburukan dari berbagai arah. Adapun tiap arah dapat dimaknai:
a.       Dari depan: untuk meragukan manusia akan adanya hari akhir serta tentang akhirat.
b.      Dari belakang: membuat manusia lebih senang masalah dunia/materi
c.       Dari kanan: membuat manusia disamarkan persoalan tentang agama
d.      Dari kiri: di hiasinya manusia dengan seluruh maksiat.


POSISI MANUSIA DENGAN SYETAN

MUSUH
IKHWAN
            MANUSIA                                     QORIIN                             SYETAN
             HIZBUN

Oleh sebab itu, manusia khusunya umat Islam harus dapat memperteguh iman mereka, dimulai dari ketauhidan mereka, yakin akan adanya dzat Yang Maha Esa sebagai pencipta dan penguasa di alam semesta ini. Karena dengan iman dan ilmu manusia akan tergiring kedalam amal yang baik sehingga syetan pun tidak akan dapat mengganggu manusia malah segan karena merasa putus asa nantinya. Wallahu A’lam

D.                TAMBAHAN
1.                  Akar-akar penyimpangan dalam memahami Al-Qur’an
1.1.Tsabisul haq bil bathil : mencampur adukkan yang benar dengan yang bathil
1.2.Tahriful kalimat’an mawadli’ihi : menyelewengkan makna ayat.
1.3.Ta’wilul mutasyabihat : penafsiran ayat mutasyabihat dengan mencari kesesuaian dengan hawa nafsu.
1.4.Al Ghuluw Fiddin : berlebihan dan ekstrim dalam beragama
1.5.Taqdimul ra’yi ‘alal wahyi : mendahulukan akal atas wahyu
1.6.Al akhdzu bi ba’dlil ayat wa tarku bi ba’dliha : mengamalkan sebahagian ayat dan meninggalkan sebagiannya lagi.
1.7.Muwalatul kafirin : cinta, loyal atau setia terhadpa orang kafir.
1.8.Al ibtida fiddin : membuat bid’ah dalam Agama
.
2.                  Fenomena kekeliruan dalam memahami As-Sunnah
2.1.Ada yang hanya berpegang teguh kepada Al-Qur’an saja, dan tidak kepada sunnah Nabi SAW. Akibatnya dikalangan mereka tidak ada syari’at, aqidah, shalat, sunnatrawatubm ‘iedul fitri. ‘iedul adha, dsb. Karena menurut mereka semua itu tidak ada dalam Al-Qur’an.
2.2.Ada yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadistm tetapi tidak selektif, apakah itu hadist dhaif atau hadist shahih.
2.3.Ada juga yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadist  dengan selektif, tetapi harus menurut guru atau amirnya, seperti yang diterapkan oleh salah satu aliran dengan metode manqul-nya.” Apa yang diterangkan lewat gurunya itu pasti ia anggap shohih dan yang tidak lewat gurunya langsung ditolak walau hadist itu riwayat bukhari atau muslim. Oleh karena itu mereka menutupu diri dan tidak mau menerima kritik dari golongan lain.
Wallahu ‘alam bi showab










BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Dakwah selain lahan yang harus di garap oleh para muslim, dakwah pula adalah suatu ranah dimana para muslim dapat memperdalam keilmuan tentang agama.
Terkhusus di dalam ajaran Islam, kaum muslimin diperkenalkan kedalam kerangka-kerangka yang menjadi salah satu metode dalam pelaksanaan dakwah secara sistematis, yaitu kerangka teoritis sebagai landasan dasar  di dalam pemahaman pengertian dakwah secara mendalam terkait masalah epistemologi, ontologi, maupun aksiologi. Lalu kerangka teoritis di dalam pemahaman pra pelaksanaan, guna pembekalan Da’i itu sendiri, dan kerangka Teknis yang menjadi ranah pengaplikasian dan ranah eksekusi.
Di dalam Al-Quran maupun As-sunnah, dakwah tersendiri dihukumi wajib untuk dikerjakan oleh para kaum muslimin. Oleh karena itu, pemahaman terhadap agama dengan cara belajar secara otodidak maupun berguru kepada yang ahli sangat di haruskan guna tercapainya tujuan dakwah, yakni dengan pemahaman para muslim yang kuat akan menjadikan pemahaman para mad’u terkhusus da’i menjadi lebih komprehensif yang berimplementasi tehadap sikap atau amalan para kaum muslim.
B.                 Saran-saran
Para kaum Muslim diwajibkan untuk melakukan dakwah, yakni menyeru para kaum muslimin maupun orang non muslim untuk masuk kedalam ajaran Islam secara Kaffah. Acapkali para muslim terkadang salah di dalam pemahamannya terhadap agama, baik ajarannya maupun komponen-komponen yang terdapat dalam ajaran tersebut yang akhirnya menimbulkan perpecahan karenanya adanya diorientasi terhadap pemahaman itu tersendiri.
Agar ajaran Islam menjadi ajaran yang benar-benar diakui sebagai ajaran yang absolut dan mutlak adanya karena diturunkan oleh Allah SWT, maka bagi para hambanya yang yakin dan percaya terhadap keberadaan-Nya wajib untuk mendalami Islam tidak setengah-setengah, guna terjaganya ajaran ini tetap berada di jalur yang seharusnya, yaitu dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunnah.
Untuk mendalami pemahaman itu, harus disertai dengan niat dan perjuangan yang sesuai di dalam mencari ilmu tersebut, seperti belajar secara khusus terhadap ajaran agama dengan menkaji Al-Qur’an selain di dalam menghapalnya, dll.
Dengan pemahaman dan niatan baik di dalam pembelajaran ilmu agama, niscaya akan terlahir iman ataupun tauhid terhadap dzat Allah, lalu akan timbul amalan yang menjadi jalan atau cara terhadap pengrealisasian dakwah itu tersendiri.





















Daftar Pustaka

Aep Kusmawan, M. d. (2004). Ilmu Dakwah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Departemen Agama RI. (2002). Al-Qur'an dan Terjemahnya . Jakarta Timur: CV Darus Sunnah.
Firdaus, A. M. (2013). Tugas Narasi Ilmu Dakwah.
                                                                                                                                                                                                        
   


[1] Aep Kusnawan, Napak Tilas Upaya Pengembangan Ilmu Dakwah.(Jakarta: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal 1
[2] Ibid hal. 2
[3] Ibid hal 5